Friday, August 19, 2016

PERLUNYA KONSOLIDASI PERBANKAN DI INDONESIA





Menghadapi era persaingan bebas, tidak hanya pelaku usaha kecil dan mengengah (UKM) saja yang harus berbenah diri menghadapinya. Industri perbankan juga menjadi sorotan karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam transisi menuju pasar bebas ASEAN ini. Perbankan di Indonesia memang bisa dibilang cukup sehat saat ini, tetapi untuk meningkatkan daya saing yang signifikat maka harus ada konsolidasi lebih lanjut demi mengimbangi pasar bebas di ASEAN. Misalnya saja, transfer antar bank yang bisa jadi dengan masuknya era persaingan bebas memberi dampak yang membuat industri dalam negeri bisa kelawahan karena pesaing menawarkan harga atau biaya yang sangat kompetitif.

Sebetulnya, masalah konsolidasi perbankan, Indonesia sudah kalah jauh dengan negara tentangga sebut saja Malaysia. Di Malaysia, konsolidasi perbankan sudah disiapkan jauh hari yaitu sejak krisis ekonomi tahun 1998. Bahkan mereka sudah melakukan konsolidasi sebanyak dua kali. Sebenarnya Indonesia pun pernah melakukan konsolidasi perbankan di akhir tahun 90an yaitu dengan terbentuknya bank Mandiri. Dan itu pun dilakukan pasca krisis. Seharusnya, konsolidasi dilakukan sebelum krisis menimpa. Hal ini dikarenakan, konsolidasi perbankan sebetulnya bisa memperkuat daya tahan terhadap krisis di suatu negara. Oleh karenanya, sektor perbankan seharusnya membuat konsolidasi ini di masa kondisi bank lagi dalam keadaan sehat dan masih memiliki daya saing.

Kita harus meningkatkan daya saing dalam industri perbankan di Indonesia. Hal ini lantaran bisa menekan juga biaya transfer antar bank atau biaya kliring yang sering kali digunakan dalam transfer bank. Kemunculan biaya transfer yang cukup tinggi merupakan cerminan bahwa kondisi industri perbankan saat ini masih belum efisien dalam melakukan tindakan operasional. Inovasi dalam dunia bank akan memberikan energi baru dalam menghadapi persaingan nanti.

Meskipun pasar bebas yang akan dihadapi perbankan akan berjalan efektif pada tahun 2020, persiapan sejak awal sangat direkomendasikan oleh para pelaku perbankan sendiri. Sebagai contoh, di Kementerian BUMN pada waktu lalu telah merencanakan untuk melakukan konsolidasi antara Bank Mandiri dan Bank BTN. Namun, saat itu karena ada peristiwa penting yaitu pemilihan umum, maka konsolidasi yang merupakan salah satu tindakan khusus dalam mengambil keputusan strategis, hal ini dilarang menjelang pemilu dilakukan. Selain itu, rencana penggabungan Bank Mandiri dan Bank BTN juga dianggap tidak sesuai karena kedua bank ini memiliki segmen pasar atau core bisnis yang berbeda.

Gubernur Bank Indonesia Mengingatkan Perbankan

Bank Indonesia, melalui Gubernur nya, telah mengingatkan agar bank dapat berkonsolidasi akhir tahun ini. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo mengatakan bahwa mekanisme konsolidasi dapat dilakukan melalui cara natural yang sesuai dengan arahan otoritasnya. Negara lain di ASEAN telah melakukan konsolidasi perbankan saat ini, kita tidak boleh terlalu lama dalam mengambil keputusan. Konsolidasi menyebabkan perbankan menjadi kuat, ramping, dan sanggup untuk berkompetisi.

Agus Martowardoyo menyampaikan juga bahwa hingga tahun 1998 jumlah bank di Indonesia telah mencapai 240 bank, dan saat ini telah menyusut menjadi 118 bank. Meskipun menjadi lebih ramping, namun 20 persen bank dari 118 tersebut yang menguasai setidaknya 70 persen pangsa pasar perbankan.
Di Indonesia sendiri sudah ada arsitektur perencanaan perbankan yang disiapkan untuk menghadapi persaingan di masa depan atau setidaknya disiapkan untuk menjaga stabilitas dalam negeri sendiri dari serangan krisis yang sering kali mengebabkan industri banyak yang rentan.



Namun, situasi yang mendesak ini dirasa berbeda oleh Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Gatot M Suwondo yang mengatakan bahwa tidak ada hal yang mendesak sehingga konsolidasi perbankan harus dilakukan secepatnya. “ Masalah merger dan akuisisi perbankan dapat dilakukan jika cost-lost yang dihadapi lebih tinggi. Hal ini baru akan menjadi efektif. Malahan Gatot menyampaikan bahwa jika situasi ekonomi baik dan fundamentalnya juga baik, konsolidasi bukan sesuatu yang mendesak.

Jumlah bank yang ada memang sangat banyak, tetapi masih ada kendala lain di mana jumlah pemilik akun di bank tidak sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa. Pemilik rekening bank hanya berjumlah sekitar 80 juta jiwa saja. Itu artinya orang yang masih melek untuk mau menggunakan bank masih menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa ditengah ‘banyaknya’ bank yang ada saat ini. Karena tujuannya selain dapat membuat kondisi biaya lebih ramping, keberadaan layanan bank juga harus banyak menjangkau masyarakat luas.


No comments:

Post a Comment