Menghadapi era persaingan bebas, tidak hanya pelaku usaha
kecil dan mengengah (UKM) saja yang harus berbenah diri menghadapinya. Industri
perbankan juga menjadi sorotan karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi
dalam transisi menuju pasar bebas ASEAN ini. Perbankan di Indonesia memang bisa
dibilang cukup sehat saat ini, tetapi untuk meningkatkan daya saing yang
signifikat maka harus ada konsolidasi lebih lanjut demi mengimbangi pasar bebas
di ASEAN. Misalnya saja, transfer antar bank yang bisa jadi dengan masuknya era persaingan bebas memberi dampak
yang membuat industri dalam negeri bisa kelawahan karena pesaing menawarkan
harga atau biaya yang sangat kompetitif.
Sebetulnya, masalah konsolidasi perbankan, Indonesia sudah
kalah jauh dengan negara tentangga sebut saja Malaysia. Di Malaysia,
konsolidasi perbankan sudah
disiapkan jauh hari yaitu sejak krisis ekonomi tahun 1998. Bahkan mereka sudah
melakukan konsolidasi sebanyak dua kali. Sebenarnya Indonesia pun pernah
melakukan konsolidasi perbankan di akhir tahun 90an yaitu dengan terbentuknya
bank Mandiri. Dan itu pun dilakukan pasca krisis. Seharusnya, konsolidasi
dilakukan sebelum krisis menimpa. Hal ini dikarenakan, konsolidasi perbankan
sebetulnya bisa memperkuat daya tahan terhadap krisis di suatu negara. Oleh karenanya,
sektor perbankan seharusnya membuat konsolidasi ini di masa kondisi bank lagi
dalam keadaan sehat dan masih memiliki daya saing.
Kita harus meningkatkan daya saing dalam industri perbankan
di Indonesia. Hal ini lantaran bisa menekan juga biaya transfer antar bank atau
biaya kliring yang sering kali digunakan dalam transfer bank. Kemunculan biaya
transfer yang cukup tinggi merupakan cerminan bahwa kondisi industri perbankan
saat ini masih belum efisien dalam melakukan tindakan operasional. Inovasi dalam
dunia bank akan memberikan energi baru dalam menghadapi persaingan nanti.
Meskipun pasar bebas yang akan dihadapi perbankan akan
berjalan efektif pada tahun 2020, persiapan sejak awal sangat direkomendasikan
oleh para pelaku perbankan sendiri. Sebagai contoh, di Kementerian BUMN pada
waktu lalu telah merencanakan untuk melakukan konsolidasi antara Bank Mandiri
dan Bank BTN. Namun, saat itu karena ada peristiwa penting yaitu pemilihan
umum, maka konsolidasi yang merupakan salah satu tindakan khusus dalam
mengambil keputusan strategis, hal ini dilarang menjelang pemilu dilakukan. Selain
itu, rencana penggabungan Bank Mandiri dan Bank BTN juga dianggap tidak sesuai
karena kedua bank ini memiliki segmen pasar atau core bisnis yang berbeda.
Gubernur Bank
Indonesia Mengingatkan Perbankan
Bank Indonesia, melalui Gubernur nya, telah mengingatkan
agar bank dapat berkonsolidasi akhir tahun ini. Gubernur Bank Indonesia Agus
Martowardoyo mengatakan bahwa mekanisme konsolidasi dapat dilakukan melalui
cara natural yang sesuai dengan arahan otoritasnya. Negara lain di ASEAN telah
melakukan konsolidasi perbankan saat ini, kita tidak boleh terlalu lama dalam
mengambil keputusan. Konsolidasi menyebabkan perbankan menjadi kuat, ramping,
dan sanggup untuk berkompetisi.
Agus Martowardoyo menyampaikan juga bahwa hingga tahun 1998
jumlah bank di Indonesia telah mencapai 240 bank, dan saat ini telah menyusut
menjadi 118 bank. Meskipun menjadi lebih ramping, namun 20 persen bank dari 118
tersebut yang menguasai setidaknya 70 persen pangsa pasar perbankan.
Di Indonesia sendiri sudah ada arsitektur perencanaan
perbankan yang disiapkan untuk menghadapi persaingan di masa depan atau
setidaknya disiapkan untuk menjaga stabilitas dalam negeri sendiri dari
serangan krisis yang sering kali mengebabkan industri banyak yang rentan.
Namun, situasi yang mendesak ini dirasa berbeda oleh
Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Gatot M Suwondo yang mengatakan
bahwa tidak ada hal yang mendesak sehingga konsolidasi perbankan harus
dilakukan secepatnya. “ Masalah merger dan akuisisi perbankan dapat dilakukan
jika cost-lost yang dihadapi lebih tinggi.
Hal ini baru akan menjadi efektif. Malahan Gatot menyampaikan bahwa jika
situasi ekonomi baik dan fundamentalnya juga baik, konsolidasi bukan sesuatu
yang mendesak.
Jumlah bank yang ada memang sangat banyak, tetapi masih ada
kendala lain di mana jumlah pemilik akun di bank tidak sesuai dengan jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa. Pemilik rekening bank hanya
berjumlah sekitar 80 juta jiwa saja. Itu artinya orang yang masih melek untuk
mau menggunakan bank masih menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa ditengah ‘banyaknya’
bank yang ada saat ini. Karena tujuannya selain dapat membuat kondisi biaya
lebih ramping, keberadaan layanan bank juga harus banyak menjangkau masyarakat
luas.